Bagi mukmin sejati, hidup adalah jalan menuju keabadian akhirat. Maka berjuang dan bekerja keras adalah harga yang harus dibayarkan guna mencapainya. Namun, ketahuilah sesungguhnya di setiap tempat dan waktu akan selalu ada persimpangan-persimpangan hidup yang memaksa kita untuk menentukan pilihan ; terus berada pada jalan menuju keabadian atau berbelok mencari jalan pintas. Jalan pintas yang mungkin lebih mulus, lebih cepat, lebih nikmat dan lebih menggiurkan namun sebenarnya cuma fatamorgana. Haruskah kita korbankan hidup guna mengejar fatamorgana?
Seorang pegawai rendahan mungkin dihadapkan pada persimpangan ; bergegas datang dipagi hari karena berpikir bekerja adalah amanah atau bermalas-malasan saja toh gaji tidak seberapa. Seorang pedagang mungkin dihadapkan pada persimpangan ; berlaku jujur dalam takaran atau mencurangi sedikit untuk memperbesar keuntungan. Seorang isteri mungkin dihadapkan pada persimpangan ; berterus terang pada suami dalam menyisihkan uang belanja untuk ibunya atau diam-diam saja. Seorang politikus mungkin dihadapkan pada persimpangan ; menerima uang sogokan untuk memperkaya diri dan kelompoknya atau menolaknya meski membawa konsekuensi diasingkan dan dilecehkan.
Bagi mukmin sejati, persimpangan hidup hanyalah seonggok batu ujian keimanan. Jika kita terpuruk kita akan berada pada posisi stagnan sampai ada kesempatan persimpangan lain yang membuat kita makin terpuruk atau berada pada derajat mulia. Wallohu'alam.Kita tidak tahu persis Allah memberi ujian yang sama pada hamba-Nya ; apakah setelah gagal dikali pertama, akan ada kesempatan kedua, ketiga, keempat atau bahkan tak ada sama sekali? yang jelas, jika kita melakukan dosa yang sama berkali-kali, maka setelah itu kita tidak akan lagi merasa berdosa saat melakukannya. Jika kita berhasi melewatinya maka akan makin menaikkan derajat kita. Tapi bisa jadi makin banyak persimpangan lain yang makin menikung yang harus kita hadapi. Sebab, sesuai dengan janji-Nya, Alloh akan menguji seseorang sesuai dengan tingkatannya ; makin tinggi tingkat keimanannya, makin berat ujiannya.
Bagi mukmin sejati, ujian bukanlah hal yang menakutkan, sebab ia telah memiliki kelengkapan untuk menghadapinya. Yaitu, kemampuan bersabar dan bersyukur sebagai buah dari keberhasilan dalam melewati ujian-ujian sebelumnya. Ya, bersabar dan bersyukur adalah perangkat penting dalam menghadapi ujian dengan berbagai bentuknya. Jika ujian ini berwujud sesuatu yang merujuk pada arti kesusahan, penderitaan, kesedihan, ketakutan dan sebagainya maka kunci sabar menjadi pelindung. Tapi jika ujian ini berwujud pada arti kesenangan, kepuasan, kenyamanan, dan sebagainya maka kunci syukur yang harus dipakai.
Sabar dan syukur memang amat diperlukan. Namun sayangnya, keduanya bukanlah anugrah yang datang begitu saja dari arsy Allah kedalam dada kita. Untuk menggapai itu semua kita harus melewati berbagai macam ujian yang datang sehingga sifat itu menjadi kokoh berdiri dalam diri kita. Semoga Allah senantiasa menjadikan kita sebagai umat yang terpilih untuk mendapatkan sifat sabar dan syukur. Amin...